Emi Kiyosaki, saudara perempuan Robert T. Kiyosaki (penulis buku “Rich Dad, Poor Dad” yang terkenal itu) adalah seorang aktivis yang sering menemani para pasien yang tengah menunggu ajalnya.
Dari kegiatannya ini, Emy Kiyosaki menemukan bahwa penyesalan terbesar yang dialami manusia bukanlah penyesalan akan apa yang telah ia lakukan. Tetapi, penyesalan atas apa yang tidak dilakukan.
Ketika diberi amanah bekerja di perusahaan, banyak yang tidak memberikan kontribusi terbaik. Bekerja seadanya, yang penting gajian setiap bulan. “Saat aku diberi pekerjaan menantang oleh perusahaanku, aku malah menghindar, andai kesempatan itu dulu aku ambil maka kehidupanku tidak akan seperti ini jadinya".
Ada juga yang menyesal, “Ketika kesempatan itu datang, aku takut untuk mengambilnya. Aku terlalu kerdil.” Ya, memang banyak orang yang menyadari bahwa kesempatan yang sama jarang datang dua kali. Tapi sayang, kesadaran itu muncul justru saat mereka telah tua.
“Ketika orang-orang yang mencintaiku, pasangan hidupku, anak-anakku meminta perhatianku, aku begitu sibuk dengan diriku dan keberhasilanku sendiri, hingga akhirnya aku menyadari, aku telah kehilangan cinta mereka. Hidupku terasa kering. Bahkan aku tak lagi bisa menemukan makna kehadiran diriku di dunia ini.”
Begitu juga ada yang menyesal tentang hubungannya dengan orang tua. “Saat aku diberi kesempatan merawat orang tuaku, aku malah menyianyiakannya. Aku justru lebih banyak mengeluh, perhatianku tidak 100% kepada mereka. Bahkan kata-kataku sering menyakiti mereka. Saat orang tuaku meninggal, aku baru menyadari bahwa aku telah menjadi anak yang tidak tahu diri.”
Saya berharap, Anda dan saya tidak termasuk orang yang menyesal saat ajal menjemput.
Dari kegiatannya ini, Emy Kiyosaki menemukan bahwa penyesalan terbesar yang dialami manusia bukanlah penyesalan akan apa yang telah ia lakukan. Tetapi, penyesalan atas apa yang tidak dilakukan.
Ketika diberi amanah bekerja di perusahaan, banyak yang tidak memberikan kontribusi terbaik. Bekerja seadanya, yang penting gajian setiap bulan. “Saat aku diberi pekerjaan menantang oleh perusahaanku, aku malah menghindar, andai kesempatan itu dulu aku ambil maka kehidupanku tidak akan seperti ini jadinya".
Ada juga yang menyesal, “Ketika kesempatan itu datang, aku takut untuk mengambilnya. Aku terlalu kerdil.” Ya, memang banyak orang yang menyadari bahwa kesempatan yang sama jarang datang dua kali. Tapi sayang, kesadaran itu muncul justru saat mereka telah tua.
“Ketika orang-orang yang mencintaiku, pasangan hidupku, anak-anakku meminta perhatianku, aku begitu sibuk dengan diriku dan keberhasilanku sendiri, hingga akhirnya aku menyadari, aku telah kehilangan cinta mereka. Hidupku terasa kering. Bahkan aku tak lagi bisa menemukan makna kehadiran diriku di dunia ini.”
Begitu juga ada yang menyesal tentang hubungannya dengan orang tua. “Saat aku diberi kesempatan merawat orang tuaku, aku malah menyianyiakannya. Aku justru lebih banyak mengeluh, perhatianku tidak 100% kepada mereka. Bahkan kata-kataku sering menyakiti mereka. Saat orang tuaku meninggal, aku baru menyadari bahwa aku telah menjadi anak yang tidak tahu diri.”
Saya berharap, Anda dan saya tidak termasuk orang yang menyesal saat ajal menjemput.
No comments:
Post a Comment