“Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan.” (Ams. 19:20)
Di suatu sore, tampak beberapa anak sedang bermain layangan. Salah satu layang-layang berkata dalam hatinya, “Aku kesal. Aku mau terbang tinggi, setinggi-tingginya, tanpa ada yg menahan. Tapi kenapa aku harus diikat dengan benang? Aku jadi tidak bisa terbang dengan bebas!”
Angin pun lalu bertiup kencang. “Ah, anginnya kencang,” lanjut si layang-layang. “Aku akan mendekati layangan lain, supaya benangku bisa putus. Nanti aku dapat terbang tinggi! Bebas lepas!”
Maka dengan dorongan angin, si layang-layang pun berusaha mendekati layangan lain, membiarkan benangnya bergesekan dengan benang mereka. Sesaat kemudian, benangnya putus!
“Akhirnya putus juga! Sekarang aku bisa terbang semauku, naik tinggi sesukaku!”
Tapi kemudian, apa yang terjadi? “Loh? Kenapa ini? Kok aku jatuh?” Krosak! Layang-layang itu jatuh dan tersangkut di atas pepohonan.
“Ah, aku tersangkut! Kenapa begini? Bukannya terbang tinggi, aku malah tersangkut di pepohonan,” kata si layang-layang sedih.
“Sekarang aku tahu,” lanjut si layang-layang. “Justru karena aku terikat benang, makanya aku bisa tetap melayang di udara. Ternyata benang itu yang membuat aku bisa tetap terbang.”
Hati manusia sama seperti layang-layang tadi. Pada dasarnya manusia ingin hidup bebas sesuka hati, tanpa peduli nasihat dan didikan. Sering kita pikir nasihat dan didikan adalah sesuatu yang mengekang. Padahal kedua hal itu sebenarnya sama seperti benang pada layangan: itulah yang membuat kita tetap terbang dan berhasil.
Saat hati kita membuat pilihan yang salah, “benang” nasihat dan didikan akan menarik kita untuk tetap ada di jalan yang benar. Saat hati kita mulai sombong karena ada di puncak keberhasilan, “benang” nasihat dan didikan menarik kita kembali untuk rendah hati.
Nasihat dan didikan bisa didapat dari sekeliling kita, tapi yang utama adalah dari Allah. Karena Allah adalah sumber nasihat dan didikan yang paling benar. Biarlah hati kita selalu terbuka untuk nasihat dan didikan, sehingga kita dapat tetap “terbang melayang”.
Di suatu sore, tampak beberapa anak sedang bermain layangan. Salah satu layang-layang berkata dalam hatinya, “Aku kesal. Aku mau terbang tinggi, setinggi-tingginya, tanpa ada yg menahan. Tapi kenapa aku harus diikat dengan benang? Aku jadi tidak bisa terbang dengan bebas!”
Angin pun lalu bertiup kencang. “Ah, anginnya kencang,” lanjut si layang-layang. “Aku akan mendekati layangan lain, supaya benangku bisa putus. Nanti aku dapat terbang tinggi! Bebas lepas!”
Maka dengan dorongan angin, si layang-layang pun berusaha mendekati layangan lain, membiarkan benangnya bergesekan dengan benang mereka. Sesaat kemudian, benangnya putus!
“Akhirnya putus juga! Sekarang aku bisa terbang semauku, naik tinggi sesukaku!”
Tapi kemudian, apa yang terjadi? “Loh? Kenapa ini? Kok aku jatuh?” Krosak! Layang-layang itu jatuh dan tersangkut di atas pepohonan.
“Ah, aku tersangkut! Kenapa begini? Bukannya terbang tinggi, aku malah tersangkut di pepohonan,” kata si layang-layang sedih.
“Sekarang aku tahu,” lanjut si layang-layang. “Justru karena aku terikat benang, makanya aku bisa tetap melayang di udara. Ternyata benang itu yang membuat aku bisa tetap terbang.”
Hati manusia sama seperti layang-layang tadi. Pada dasarnya manusia ingin hidup bebas sesuka hati, tanpa peduli nasihat dan didikan. Sering kita pikir nasihat dan didikan adalah sesuatu yang mengekang. Padahal kedua hal itu sebenarnya sama seperti benang pada layangan: itulah yang membuat kita tetap terbang dan berhasil.
Saat hati kita membuat pilihan yang salah, “benang” nasihat dan didikan akan menarik kita untuk tetap ada di jalan yang benar. Saat hati kita mulai sombong karena ada di puncak keberhasilan, “benang” nasihat dan didikan menarik kita kembali untuk rendah hati.
Nasihat dan didikan bisa didapat dari sekeliling kita, tapi yang utama adalah dari Allah. Karena Allah adalah sumber nasihat dan didikan yang paling benar. Biarlah hati kita selalu terbuka untuk nasihat dan didikan, sehingga kita dapat tetap “terbang melayang”.
No comments:
Post a Comment