Gobind Vashdev - "Kalau saya kaya kan, bisa bantu banyak orang,"
jawaban yang terdengar klise namun masih terasa efektif untuk dipakai sebagai pendorong seseorang bekerja mengkoleksi harta.
Saya tidak anti kekayaan apalagi orang kaya harta. Orang super kaya bukanlah sasaran tembak rasa iri kita, bukan pula pertambangan yang perlu dikeruk. Saya percaya pada hukum-Nya, mereka yang sedang mengkoleksi banyak pasti sebelumnya telah memberi banyak.
"Mengapa Anda ingin kaya materi?" Adalah pertanyaan yang perlu direnungkan lebih dalam daripada sekedar menjawabnya dengan jawaban di atas.
Darimana uang yang Anda kumpulkan? Apakah Anda yakin bahwa uang yang menyokong tabungan Anda didapatkan dari orang yang lebih kaya dari Anda atau sebaliknya, dengan kepintaran Anda memanfaatkan yang miskin?
Apakah Anda yakin setelah mendapat uang banyak secara presentase Anda menjadi lebih dermawan pada orang lain? Dan saat ini berapa % dari penghasilan Anda yang Anda sumbangkan?
Kalau sekarang saja jarang menyumbang, apa jaminannya nanti kalau kaya akan menyumbang lebih banyak?
Bukankah fakta yang terjadi, semakin kaya semakin banyak keinginan serta ketakutan? Sehingga semakin sedikit menyumbang?
Lalu bila Anda jadi membantu orang, perasaan apa yang muncul?
Apakah Anda merasa bahagia karena posisi tangan Anda di atas?
Apakah Anda yakin itu bukan ego Anda yang ingin terlihat lebih hebat dan superior dibanding orang yang menerima pemberianmu?
Jujurlah, apakah Anda ingin kaya karena ingin mendapatkan penghormatan, penghargaan, penerimaan, pengakuan atau pujian?
Apakah Anda punya batasan untuk mengatakan "cukup"? Apakah Anda yakin kalau sudah mencapai impian Anda akan mengatakan cukup?
Kalau Anda sudah menjawabnya dan yakin mampu melaksanakan semua itu, pergi dan kumpulkan pundi-pundi itu, namun selalu sadarilah bahwa tidak pernah harta membawamu pada kepuasan, melainkan sikap bathin seperti pertapa di cerita di bawah inilah yang membuatmu berkelimpahan:
Sebuah berita berhembus di penduduk desa tentang sebuah batu permata bernilai selangit yang dimiliki seorang petapa sederhana yang tinggal di pinggiran hutan.
Setelah bertahun-tahun, seorang pemuda pemberani mendatangi petapa tersebut, bukan hanya ingin bertanya, namun juga ingin meminta batu mulia itu. “Ini ambil, ini untukmu,” kata petapa itu tanpa beban.
Pemuda itu kegirangan dan pergi setelah mengucap terima kasih. Malam datang, namun pemuda yang beruntung ini tidak bisa tidur, pikirannya tidak bisa diam.
Tanpa mampu menunggu matahari terbit, pemuda ini pergi kembali ke tempat petapa itu dengan batu di tangan dan kesesakan di pikirannya.
Di depan petapa itu, dia menyodorkan kembali benda yang belum genap 24 jam menjadi miliknya itu, sambil berkata, “Hai orang suci, ambilllah permata ini kembali, namun berikan hati penuh ikhlas yang mampu memberikan intan ini.
No comments:
Post a Comment