MERINDUKAN IKON KEBANGGAAN


Hasanudin Abdurakhman - Cukup lama Khoirul Anwar, orang Indonesia yang bekerja sebagai peneliti di Jepang dikenal sebagai "penemu teknologi 4G' oleh sebagian masyarakat Indonesia, hingga akhirnya ia menegaskan melalui Kompas.com bahwa dia bukan penemu teknologi itu. Seingat saya sudah sejak tahun 2012 ia dikenal dengan "julukan" itu, sejak ia tampil di acara Kick Andy di Metro TV.
Kita dulu juga pernah dihebohkan oleh berita tentang Nelson Tansu, yang dikabarkan menjadi profesor di usia 25 tahun di Leigh University, Amerika. Ia disebut sebagai profesor termuda di dunia. Faktanya Nelson waktu itu adalah seorang assistant profesor, jenjang jabatan pertama yang diduduki seorang dosen yang baru lulus pendidikan doktorat.
Cukup lama juga kita mengira pendidikan kita sudah hebat, terbukti dengan banyaknya pelajar kita yang memenangkan medali emas pada berbagai olimpiade sains tingkat internasional. Olimpiade itu sebenarnya tidak begitu populer di negara-negara maju seperti Jepang. Lebih dari itu, medali emas pada olimpiade sains sebenarnya berbeda dengan medali emas olimpiade olah raga. Pada olimpiade sains, penerima medali emas tidak hanya satu orang, melainkan beberapa orang. Artinya, menerima medali emas itu bukan berarti juara satu.
Saya juga sering membaca tentang pesawat terbang R80 buatan Habibie. Diberitakan atau tepatnya dibicarakan seolah-olah pesawat itu sudah siap terbang. Padahal prosesnya masih sangat panjang. Waktu berkesempatan berbincang dengan Ilham Habibie, dia menjelaskan bahwa proses perancangan pesawat itu baru akan selesai tahun 2016 ini. Kemudian masuk ke pembangunan purwarupa. Proses ini akan lebih panjang lagi. Sebagai catatan tambahan, pesawat yang sekelas yaitu MRJ buatan Mitsubishi sudah menjalani uji terbang pertama bulan November 2015, setelah mengalami beberapa kali penundaan. Artinya, R80 pun mungkin akan mengalami berbagai jenis penundaan.
Ceritanya jadi tambah heboh kalau kita bahas soal mobil listrik, yang konon sempat mau "diambil" oleh Malaysia. Tak lupa pula kita dengan Tawan, Iron Man dari Bali.
Mengapa orang-orang sering berlebihan dalam membicarakan sesuatu? Karena kita kekurangan ikon yang membanggakan. Sepak bola, olah raga yang paling banyak digemari di Indonesia, tidak punya prestasi. Malah kini sedang dalam kisruh berkepanjangan. Bulu tangkis juga hidup segan mati tak mau, khususnya bila dibandingkan dengan prestasi kita di masa lalu. Kita haus akan kehadiran orang-orang berprestasi yang bisa membuat kita bangga.
Sementara itu situasi di bidang lain juga tidak menyenangkan. Setiap hari kita disuguhi dengan berita-berita tentang pejabat korupsi, atau memakai narkotika. Atau tentang pejabat-pejabat pongah yang suka menghamburkan uang negara. Ironisnya, kalau ada pejabat yang baik pun, masih ada pula orang yang mencari-cari celanya untuk dihujat.
Dalam situasi itu, ada segelintir orang yang memang suka membesar-besarkan, membuat klaim-klaim. Ada peneliti yang sampai merasa perlu untuk membuat siaran pers ketika makalahnya dimuat di jurnal bergengsi, padahal ia cuma penulis keempat. Atau ada yang mengabarkan ke media ketika ia memenangkan penghargaan sebagai presenter terbaik pada sebuah konferensi, padahal itu biasa saja. Ada yang dengan bangga mengatakan bahwa nama Indonesia telah menggetarkan daratan Eropa ketika putra-putri kita menang di olimpiade sains. Adduuuuh.
Masyarakat kita umumnya tidak kritis, karena tidak tahu. Urusan teknologi 4G misalnya, kebanyakan sarjana lulusan S1 pun banyak yang tidak tahu tentangnya. Demikian pula halnya dengan hal-hal lain seperti teknologi mobil listrik, olimpiade sains, dan sebagainya. Bahkan awak media kita tak punya cukup pengetahuan untuk membedakan antara menciptakan dan merakit. Media bukan penjelas kabar, tapi penyebar kabar tak jelas. Maka jadilah kita ini sebagai bangsa konsumen hoax dan berita kabur.
Saya menempatkan diri sebagai penyedia informasi terang, sebatas kemampuan yang saya miliki. Kadang posisi itu saya ambil dengan resiko dimaki-maki sebagai orang yang dengki.

No comments:

Post a Comment