indoheadlinenews.com - Bendera raksasa merah putih berukuran 120 meter X 80 Meter dibentangkan di lapangan sepakbola Skofro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
Jika pada tanggal 1 Mei kemarin, semua daerah di seluruh pelosok Indonesia memperingati Hari Buruh Nasional (May Day), hal berbeda dengan warga Papua. Ya, 1 Mei adalah tanggal sakral dimana pada tahun 1963 Papua kembali ke Pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesaia (NKRI).
Keinginan warga Papua untuk berpisah dari NKRI bukan berita baru, semenjak dahulu Papua dikenal sebagai pulau paling kaya di jagat dunia, tapi sejarah orang-orang Papua begitu suram dan kelam, sampai-sampai penyanyi Edo Kondolangit menyanyikan nestapa kaum.
Papua dengan lirik lagunya yang terkenal, “Kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang.”
Semenjak naiknya Jokowi menjadi Presiden RI, sepertinya keinginan Papua untuk berpisah dari NKRI semakin hari semakin menipis, bahkan di tahun pertamanya saja, Presiden Jokowi sudah mengunjungi Papua sebanyak 4 kali dan berkomitmen penuh untuk membangun Papua sebagai daerah prioritas dalam pembangunan infrastruktur seperti Jalan Trans Papua, kereta api, pelabuhan, bandara, dan lain sebagainya.
Tepat setelah Presiden Jokowi meresmikan Pembangunan Pasar Mama-Mama di Distrik Gurabesi, Kecamatan Jayapura Utara, Papua, esoknya para pemuda Papua membentangkan Bendera Merah Putih raksasa menyatakan diri bahwa mereka akan sepenuhnya setia pada NKRI dan menolak segala aktivitas yang berhubungan dengan kampanye hitam ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) atau Organisasi Papua Barat Merdeka terhadap NKRI.
Masyarakat menyambut antusias aksi pmbentangan Merah Putih dengan ukuran raksasa yang dipimpin Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Keerom, Piter Gusbager. Salah seorang warga, James Kembu yang merupakan anak mantan Panglima OPM Wilayah Keerom mengatakan, pemuda Papua harus bangkit dan menjadi salah satu pilar pembangunan Papua.
“Mari kita pemuda Papua menjadi motor penggerak pembangunan Papua,” ujarnya di Skofro, Papua, Senin 1 Mei 2016.
Ia berharap pemuda Papua jangan hanya terjebak dalam pemikiran politik semata, namun lupa membangun daerah sehingga Papua terus terbelenggu dalam ketertinggalan.
“Mari membangun, masalah politik Papua sudah selesai yakni harga mati bagian dari NKRI yang tak terpisahkan,” katanya. Rakyat Papua menurutnya juga tak menuntut referendum seperti yang didengungkan segelintir orang.
“Jangan politisasi Papua dan Papua tidak pernah menuntut referendum. ULMWP tidak pernah mewakili rakyat Papua,”tegasnya. Ia melanjutkan, rakyat Papua tidak mengenal pihak ULMWP. Organisasi itu dianggap hanya NGO asing yang mewakili bangsa Melanesia. “Rakyat hanya ingin merdeka dari keterisolasian, kemiskinan, kebodohan,” paparnya.
Skofro merupakan kampung basis kelompok OPM pimpinan Lambert Peukikir dan Yan Werare serta sejumlah warga Wamena yang diketahui masih ada keterkaitan dengan kelompok OPM. Skofro merupakan jalur utama menuju perbatasan RI-PNG karena jarak lapangan Skofro dengan PNG hanya pada radius 1 kilometer.
Tentu saja momentum pengibaran bendera ini harus diapresiasi dengan sangat gembira oleh pemerintah pusat, bahwa kehadiran Jokowi sebagai Presiden RI, tidak hanya memberi harapan besar bagi rakyat Papua sekaligus memperkuat wilayah Indonesia yang lebih luas, mandiri dan hebat.
http://
No comments:
Post a Comment