BUNG KARNO MINTA MAAF
Ini kisah Maulwi Saelan, salah satu mantan ajudan Bung Karno (BK). Suatu hari ia berbantah-bantahan dengan BK. "Kalau marah, mata Bung Karno merah. Ia langsung masuk kamar," katanya. Tak lama kemudian BK keluar kamar dan memanggil Maulwi. "Komm je hier maar/kemarilah kamu," kata BK. "Mampus, saya pasti dipecat," pikir Maulwi. Apa yang terjadi? "Kamu benar, maafkan saya," kata BK meminta maaf pada Maulwi. Mengakui kesalahan dan meminta maaf bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan, terlebih jika yang bersalah itu seorang pemimpin. Seperti para murid Yesus, kebanyakan kita mengaitkan kepemimpinan dengan kedudukan terhormat, kekuasaan besar, dan kekebalan terhadap kesalahan. "Peraturan pertama: Bos tidak pernah salah. Peraturan kedua: Jika bos salah, lihat peraturan pertama," kata sebuah guyon. Yesus menjungkirbalikkan pandangan itu. Dia menakar kebesaran seorang pemimpin menurut kerendahan hati dan kesediaannya untuk melayani. Orang yang rendah hati tidak akan bersikap membenarkan diri. Ia menyadari dirinya toh masih manusia yang mungkin saja khilaf. Ia akan menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya dengan mengandalkan bimbingan Tuhan dan tidak menutup diri terhadap masukan dan koreksi dari sesama. Kesediaan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dengan demikian, menandakan kebesaran hati si pemimpin. Dalam taraf tertentu, kepada kita masing-masing dipercayakan kepemimpinan. Apakah kita rendah hati dan mau melayani?
JIWA YANG KERDIL MELEMPARKAN KESALAHAN PADA ORANG LAIN, JIWA YANG BESAR MENGAKUI KESALAHAN DAN MEMINTA MAAF.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment