HIDUP YANG TAK BERTUJUAN PANTAS DIJALANI
Gobind Vashdev - "Jadi tujuan hidup Bapak apa?" tanya seorang leader tingkat tinggi yang sekaligus didaulat menjadi pembicara di APLIC 2015 (Asia Pacific Life Insurace Conggres) beberapa waktu lalu.
Saya hanya menggelengken kepala sambil membuka tangan.
Ia mengikuti sesi yang baru saja saya bagikan, ia mengaku banyak setuju dengan apa yang saya sampaikan, namun saya juga melihat rasa penasaran dalam dirinya. Mungkin selama ini motivator yang dia kenal selalu menanamkan hidup yang bertujuan. Iia pun bertanya lagi, "Apa yang ingin Anda tinggalkan sewaktu nanti berpulang?"
Lagi-lagi saya menaikkan bahu, "Saya tidak berpikir untuk meninggalkan apapun." Di kesadaran sebelumnya saya memang ingin meninggalkan sesuatu yang baik, kalau bisa sesuatu yang fenomenal, yang wow. Bahkan saya juga menulis quote bahwa "Kita hanya boleh bangga menjadi manusia ketika dunia yang kita tinggalkan menjadi lebih baik dibanding sebelum kita diahirkan".
tapi pada saat ini, di kesadaran ini, saya merasa apa lagi yang perlu dibanggakan, semua yang saya dapatkan adalah karunia yang gratis. Semua yang saya akui sebagai hasil karya saya berasal dari kebodohan saya, yang berawal dari ego yang ingin diakui, dihargai, terlihat hebat, lebih dari yang lain.
Meninggalkan harta yang cukup bahkan berlebih, lebih seringnya memang terlihat baik, namun dalam kasus diri ini, dengan berjalannya waktu, saya sangat berterima kasih atas berkah kebangkrutan usaha ayah saya sebelum beliau berpulang. Faktanya harta yang jauh lebih besar yang saya rasakan adalah keteladanan beliau dalam hal berbagi.
"jadi mengalir aja ya Pak," sambil ia menaikkan dan menurunkan tangannya seperti ombak yang sudutnya semakin menurun.
saya menarik nafas dalam, dan berpikir bagaimana menjawab secara singkat tentang keindahan mengalir di antara selentingan konotasi negatif, lemah, putus asa, tidak punya pendirian dan sebagainya dan sebagainya.
Menjalani hidup yang mengalir tidaklah mudah, faktanya hanya sedikit orang yang berani melakukannya. Sesuai sifatnya air tidak pernah takut berubah, ia selalu mengalah dan mencari tempat yang lebih rendah.
Dengan mengalah pada yang keras dan menjadi lebih rendah, air dianugerahi kesempatan yang lebih dekat dengan samudra dimana 'aku' sang air akan kehilangan identitasnya, bergabung menjadi samudra.
Air tidak mempunyai rencana membentuk sungai, ia hanya mengikuti hukumnya, yaitu mengalir dan mengalir dan sungai pun terbentuk olehnya.
seperti saya percaya bahwa sebagian besar para pembicara dan motivator sewaktu kecil atau remaja tidak pernah berkeinginan atau bermimpi menjadi pembicara atau mendapatkan penghasilan dari memotivasi orang lain.
Kita sering menobatkan diri sebagai makhluk paling cerdas, bahkan paling mulia di antara lainnya, untuknya bila manusia harus mempunyai tujuan, tujuan tersebut selayaknya lebih mulia dari dirinya.
Impian kita selayaknya bukanlah lebih rendah dari diri kita, bukan jabatan, bukan pula benda.
Gibran pernah menampar dengan kalimatnya "Manusia tidak akan jatuh lebih rendah ketika ia menghargai impiannya dengan emas dan perak"
Di Timur, khususnya di India, kehidupan ini disebut Lila, yang kurang lebih artinya permainan atau bermain, bukan perlombaan bukan pula pertandingan. Sekarang ini saya hanya menari dengan tarianku, bergerak kemana hati menuntun. Saya tidak berminat mengubah dunia, bahkan mengubah keyakinan seseorang. Kita sudah terbiasa melihat sesuatu atau seseorang dan ingin memperbaiki. Kita menggunakan tolak ukur kita untuk menilai benar dan salah, baik dan buruk dan dengan pandangan itu kita ingin membuat segalanya lebih baik.
Sudah lama dan terlalu sering saya menggunakan itu semua, sekarang saya sadar bahwa yang menggerakkan saya untuk membuat dunia atau orang lain lebih baik adalah ego saya. Seperti yang kita ketahui dan sering kita rasakan sendiri, jikalau kita mampu memperbaiki orang lain tentu kita sering merasa lebih hebat dan merasa hidup kita ini berguna. Setelah merasa memperbaiki, ego memang terlihat puas, namun di balik itu saya kehilangan kesempatan untuk mengerti dan melihat apa adanya.
Tanyakan pada diri Anda, apakah Anda memerlukan orang yang memperbaiki diri Anda, atau orang yang melihat dan mengerti Anda apa adanya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment